News Update :
Tampilkan postingan dengan label Inter Milan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Inter Milan. Tampilkan semua postingan

Buon Compleanno Matrix...

Minggu, 19 Agustus 2012 | 0 komentar


Today in History - 1908 / 19 Agustus

- 1973, Difensore Marco Materazzi lahir di Kota Lecce, Italia. Ia lahir di kota tersebut mengingat saat itu sang ayah, Giuseppe Materazzi, yang juga seorang pesepakbola berposisi midfielder sedang memperkuat klub Lecce.
Inter merekrut bek yang dijuluki Matrix oleh Interisti ini dari Perugia pada awal musim 2001-02 dengan biaya €10 juta setelah pada musim sebel
umnya ia sukses mencetak 12 gol di Serie A.
Debut Materazzi di Inter menghadapi eks klubnya, Perugia pada 26 Agustus 2001. Sejak itulah, ia tampil reguler bersama Inter selama 10 musim hingga laga terakhirnya di musim 2010-11 melawan Catania di Giuseppe Meazza pada 22 Maret 2011. Baik laga debut ataupun laga terakhirnya di Inter, keduanya berakhir dengan kemenangan di GM.
Selama berkostum biru-hitam, Materazzi yang terkenal dengan permainan kerasnya ini sukses mengemas 276 total penampilan serta 20 gol, dimana 10 gol diantaranya dicetak pada musim 2006-07 di Serie-A.
Prestasi ? Lima Scudetto Serie A, empat Supercoppa Italiana, empat Coppa Italia, serta satu trofi UEFA Champions League dan FIFA Club World Cup diraihnya bersama Inter.
Bersama tim nasional Italia, karier Marco Materazzi tak kalah mentereng. Dalam 41 capsnya bersama timnas, ia memang hanya mencetak dua biji gol. Namun, dua gol tersebut dicetak pada ajang FIFA World Cup 2006, dimana satu diantaranya dicetaknya pada laga puncak dan sukses membawa Italia meraih gelar juara dunia untuk keempat kalinya. Legend !

Untuk lebih dekat dengan Marco Materazzi, silahkan kunjungi situs pribadinya di marcomaterazzi.it atau follow akun twitternya di @iomatrix23 :)

Buon Compleanno Matrix...

Tutti Pazzi per Materazzi !
Grazie e Forza Inter !

ket : dari berbagai sumber
Continue Reading

Pendapat Mereka Tentang Javier Zanetti

Kamis, 09 Agustus 2012 | 7komentar


Apa Pendapat Mereka Tentang Javier Zanetti

Roy Hodgson (1995-1997, 1999)


Saya senang berkesempatan untuk memberi selamat kepada Javier atas rekornya itu, melampaui penampilanya Beppe Bergomi di Inter. Dan saya beruntung bisa bekerja sama dengan dua legenda Nerazzurri itu.

Luigi Simoni (1997-1998)

Hari ini kami merayakan bersamamu rekor yang telah kau pecahkan di Inter lebih dari pemain lain. Dan saya bisa katan jujur bagi saya kamu adalah fenomena sebenarnya di dunia sepakbola.

Kapten di dalam dan luar lapangan. Kamu masih muda namun kamu mengikuti contoh yang benar; Kamu masih muda namun kamu adalah orang bersahaja dan tak pernah menyerah serta selalu mau belajar. Lalu kamu menjadi pesepakbola yang lebih baik; Menjadi seorang pria, suami, ayah; menjadi simbol tim - dan bukan hanya tim saja.

Hector Cuper (2001-2003)

Javier Zanetti adalah salah satu pesepakbola profesional yang pernah saya latih. Dia sangat berdedikasi, jujur, pekerja keras dan seorang yang bertanggung jawab. Profesional dalam melayani tim dan saya tidak berbicara mengenai dia sebagai pemain namun sebagai seorang profesional dalam sebuah grup.

Roberto Mancini (2004-2008)

Saya berkesempatan untuk menghadap Pupi sebagai pemain dan dia sangat membuat saya terkesan, walaupun masih muda dan seorang pemain asing, dia bermain dengan intesitas dan kualitas.

Lalu saya sangat beruntung bisa melatihnya di Inter dan tanpa ragu saya katakan setiap pelatih di dunia pasti sangat ingin mempunyai pemain seperti dia, karena profesionalismenya dan kualitas yang dia tunjukkan di lapangan dan karena ia bisa bermain di setiap posisi kecuali kiper.

Jose Mourinho (2008-2010)

Bagiku Zanetti mewakili sebuah kebahagiaan dalam hidup, kebahagiaan menjadikan sepakbola sebagai pekerjaan dalam hidupku. Dia awalah senyuman, semangat hidup, semangat berlatih, pembangkit semangat untuk semua orang yang bekerja dengannya.

Bagiku Javier Zanetti adalah segalanya dan dia akan jadi teman sepanjang hidupku.

Dari itu semua dan jalan panjangnya sebagai pesepakbola. Tapi menjadi pelatihnya selama dua musim yang luar biasa dalam kariernya, ini bukan tempatku untuk berbicara tentang seorang pria yang telah menulis jalan hidupnya sendiri yang begitu luar biasa. Aku hanya ingin mengatakan terima kasih untuk segalanya, terima kasih karena kau telah memberiku sedikit ruang dalam ceritamu.

Momen yang paling membahagiakan adalah saat kita berpelukan di tengah Santiago Bernabeu. Itu tidak akan jadi yang terakhir namun itu adalah yang paling berkesan selama dua tahun kebersamaan kita.

Mungkin suatu hari bakal ada yang memecahkan rekor Zanetti, namun hanya ada satu Zanetti.

Leonardo (2010-2011)

Well done, Pupi! Kapten telah membuat rekor baru lagi, yang membuat itu seperti terlihat biasa saja. Bagi orang lain itu akan jadi sesuatu yang luar biasa. Tapi dalam hal ini, ini jadi konsekuensi normal dari karier yang telah dia bangun dengan kerja keras.

Bagaimana kau bisa membicarakan seorang kapten tanpa menyalutinya? Dan sekali lagi angka-angka ini tidak bisa menjelaskan apa yang telah dia persembahkan untuk Inter dan dunia sepakbola.
Continue Reading

Javier Zanetti: "Tahun tahun pertamaku untuk Si Biru-Hitam"

| 0 komentar


Semenjak kecil, sebelum pertandingan, saya selalu mengatakan pada diri saya sendiri sebuah slogan, yaitu saya harus menjaga konsentrasi saya selama pertandingan dengan baik. Ayah saya lah yang menanamkan sebuah kalimat penyemangat bagi saya dan ia masih menekankannya hingga saat ini. “Punga huevos, hombre, que hoy tienes que ganar.” Kalimat dalam bahasa Italia itu kira-kira artinya adalah seperti ini: “Kenakan semua atributmu, nak, dan sekarang kamu harus menang!” Itu merupakan sebuah ‘aturan’ yang berlaku bagi semua pesepakbola. Ketika memasuki lapangan, para pesepakbola harus selalu memberikan yang terbaik bagi tim-nya, namun juga harus mentaati peraturan yang diterapkan dilapangan dan menaruh ‘respect’ pada lawan.


Itulah yang saya coba terapkan saat pertama kali datang ke Inter. Saya tidak bisa cepat beradaptasi dengan gaya sepak bola yang baru, pola latihan dan skema yang berbeda. Namun, pelatih Italia pertama saya, Ottavio Bianchi, dengan cepat memberi saya kepercayaan yang cukup baik pada saya. Dari empat pemain asing (pemain baru), ia lebih memilih saya. Dan akhirnya, pada 27 Agustus 1995, saya memulai debut saya dengan seragam biru hitam Inter di pertandingan resmi. Lawan kami di stadion Giuseppe Meazza (stadion yang tadinya hanya saya bisa lihat di TV) saat itu adalah Vicenza. Selalu ada perasaan yang luar biasa ketika bermain di lapangan stadion Giuseppe Meazza. Debut saya berjalan baik dengan kemenangan Inter 1-0 atas Vicenza melalui gol Roberto Carlos, pemain yang juga baru menjalani debutnya di Inter seperti saya. Ini terlihat seperti awal yang baik untuk musim yang menjanjikan, namun hal itu sedikit demi sedikit berubah. Performa tim sedikit memburuk dan klasemen Inter pun tak terlalu baik. Rekan satu tim saya, Rambert, yang datang dengan harapan besar ternyata gagal menghadapi tekanan yang ada dan akhirnya meninggalkan kota Milan setelah hanya bermain beberapa bulan. Bagi seorang striker, mengembangkan diri di serie A selalu menjadi hal yang tidak mudah, apalagi ketika ia masih sangat muda. Selain itu, Avioncito mengalami beberapa masalah fisik/kebugaran sehingga ia pun meninggalkan Inter. Bagi saya, kepergiannya dari Inter terasa sangat berat karena kami memiliki beberapa kesamaan seperti: kami merupakan pemain Argentina, dan kami harus bersama sama membiasakan diri dengan kehidupan sepak bola bru yang cukup sulit. Saat ini, Sebastian telah pensiun dan menjadi seorang pelatih. Ia juga merupakan asisten Ramon Diaz, mantan pemain hebat dari Inter lainnya, di timnas Amerika. Sebelum Rambert pergi, Ottavio Bianchi, pelatih kami, dipecat di akhir September setelah mendapat hasil yang mengecewakan dalam beberapa pertandingan. Orang yang menggantikan posisinya ialah seorang pria berdarah Inggris yaitu Roy Hodgson (setelah untuk beberapa saat kami ditangani Luis Suarez). Dengan Hodgson, segalanya berubah, mulai dari jenis latihan, hingga pola permainan. Namun, Hodgson juga mengatakan bahwa ia menaruh kepercayaan padaku. Dan dengannya lah saya memulai karir yang panjang dan menggembirakan. Bersama Bianchi, saya bemain sebagai bek kanan dalam formasi 5-3-2. Sedangkan, bersama Hodgson, saya bermain sebagai gelandang kanan di formasi ‘diamond’, posisi yang sama bagi saya dalam beberapa musim terakhir. Bersama Hodgson, saya pun mencetak gol perdana saya bagi Inter di Stadion Giuseppe Meazza pada tanggal 3 Desember 1995 melawan Cremonese. Sebuah gol yang sangat berarti bagi saya dan saya selalu mengingatnya dengan sebuah kebahagiaan. “La Gazzetta dello Sport”, pada hari berikutnya memberikan nilai 8 dalam rating pertandingan. Dan tentu saja, mulai saat itu, nama saya menjadi sedikit lebih populer.

Bagi saya, lingkungan di Italia, khususnya di kota Milano, menjadi jauh lebih bersahabat. Hubungan saya dengan fans pun sangat baik. Saya tidak pernah menjadi seorang ‘leading man’, namun perlahan, menurut saya, saya telah mengambil hati orang orang di Inter yang berterimakasih atas kontribusi yang saya berikan. Momen yang sangat indah bagi saya adalah ketika Curva Nord mendengungkan sebuah chant/cori bagi saya (yang masih terdengar sampai saat ini): “Tra i nerazzurri c’e / un giocatore che / dribbla come Pele / dai Zanetti ale!” (“Diantara pemain Inter / ada seorang pemain / yang memiliki dribble seperti Pele / go Zanetti”). Mungkin perbandingan dengan Pele sedikit kurang pas, karena bagi orang Argentina, Maradona masih di atas pemain Brazil). Tapi saya harus mengakui bahwa chant/cori itu selalu ada dalam hati saya. Dan ketika Curva Nord menyanyikannya, saya selalu gemetar mendengarnya.

Jika dilihat dari pandangan pribadi, tahun pertama saya sebagai seorang Interista tidaklah buruk. Namun, dalam tim, kami memiliki hasil yang kurang memuaskan bagi tim yang selalu menargetkan gelar scudetto (kami ada di peringkat 7). Namun, itu merupakan Inter pertama di era Moratti, dan kita semua tahu bahwa sang presiden berencana untuk membangun tim yang lebih kuat.

Hanya berselang 1 tahun kemudian, keadaan jauh membaik. Inter berada di papan atas meski belum bisa mendapatkan gelar. Di Eropa, bersama Hodgson, pelatih yang sangat saya kagumi (meskipun ada beberapa rumor palsu yang menyebutkan bahwa saya memandang Hodgson sebahai musuh saya), kami memainkan sepak bola modern yang cantik. Kami melenggang ke babak final piala UEFA mengahadapi wakil Jerman, Schalke 04. Salah satu pertandingan yang menyisakan penyesalan bagi saya. Kalah 1-0 di kandang lawan dan membalasnya dengan skor yang sama di kandang sendiri. Adu pinalty pun harus dijalankan setelah tidak ada gol di kedua babak perpanjangan waktu. Dan kami kalah. Pertandingan yang menyisakan sedikit luapan kemarahan dalam diri saya, dan saya telah meminta maaf akan hal itu. Saat itu, pertandingan hanya menyisakan beberapa menit, bahkan detik, untuk dilanjutkan ke babak adu pinalty. Bola keluar lapangan dan wasit memberi sinyal pergantian pemain. Di sisi lapangan, muncul lah nomor 4 sebagai pemain yang harus keluar. Saat itu, saya tidak bisa menahan kemarahan saya. Keluar dengan geram, saya cekcok besar dengan Hodgson. Argumen yang bagi banyak orang terlihat seperti pertanda munculnya hubungan buruk saya dengan Hodgson. Terlepas dari isu itu, saya memang sedikit merasa kecewa. Sebagai pemain muda (yang tentu saja masih belum banyak pengalaman), saya tidak mengerti mengapa pelatih memutuskan untuk memasukkan Nicola Berti, yang memang lebih baik dalam adu tendangan pinalty. Sesaat setelah itu, di ruang ganti, saya meminta maaf dan semuanya telah terselesaikan dengan sebuah jabat tangan.

Kekalahan di final merupakan kenyataan pahit bagi kami. Mimpi untuk memenangi gelar Eropa sirna dari titik pinalty. Final itu membuat kami yakin bahwa Inter, dalam beberapa tahun ke depan, akan berjaya di Itali dan Eropa. Dan Moratti, pada musim panas berikutnya, membawa salah satu pemain terbaik dunia ke Giuseppe Meazza, dia adalah Ronaldo.

Sumber: Zanetti's Book (Capitano E Gentiluomo) Part 1 - interpersempre.com
Continue Reading

Buon Compleanno Il Capitano Javier Zanetti (10 Agustus 1973 - 10 Agustus 2012)

| 0 komentar


Profil Javier Adelmar Zanetti Internazionale

Javier Adelmar Zanetti (lahir di Buenos Aires, 10 Agustus 1973; umur 39 tahun) adalah pemain sepak bola asal Argentina yang bermain untuk klub Serie A Italia, Internazionale. Javier Zanetti bermain untuk Internazionale sejak 1995 dan menjabat kapten sejak 29 Agustus 1999 menggantikan Giuseppe Bergomi.

Dikenal sebagai pemain serba bisa karena dapat bermain dibanyak posisi, Zanetti bisa ditempatkan di kedua sisi sayap belakang dan tengah, serta juga dapat sebagai gelandang tengah dan gelandang bertahan, posisi aslinya adalah bek kanan yang akhir ini beralih menjadi gelandang bertahan sejak kedatangan Maicon yang berposisi sama dan lebih memiliki kekuatan dan kecepatan, posisi baru ini tenyata membuat Zanetti lebih efektif saat menjalani perannya dalam pertandingan.

Ia merupakan satu dari sedikit pemain yang telah bermain lebih dari 1000 pertandingan resmi seumur hidupnya. Terpilih oleh Pelé sebagai 100 pemain terbaik dunia yang pernah ada.

Dalam pertandingan internasional, ia merupakan pemegang rekor caps dengan 145 pertandingan bersama tim nasional Argentina dan tampil dalam turnamen Olimpiade 1996 dan dua kali Piala Dunia yaitu 1998 dan 2002.


Di Argentina di panggil dengan nama "Pupi", dan memperoleh julukan "El Tractor" (si Traktor) setelah kedatangannya ke Italia karena kekuatan, ketahanan, stamina dan kemampuannya. Julukan lainnya adalah "Il Capitano" (si Kapten) yang merupakan kapten Internazionale yang memenangkan berbagai gelar prestisius. Musim 2011-2012, Zanetti merupakan satu-satunya orang non-Italia yang menjadi kapten untuk tim Serie A. Zanetti juga memengang rekor sepanjang masa sebagai pemain bukan kelahiran italia terbanyak yang mengikuti pertandingan bagi tim asal Italia saat bermain di pertandingan resmi ke 757-nya bersama Internazionale.

Zanetti, yang berencana setelah pensiun sebagai pemain tetap bekerja dengan Internazionale ini, juga terkenal akan jiwa sosialnya. Ia menjalankan yayasan bagi anak-anak tidak beruntung di Argentina. Ia dinobatkan sebagai duta SOS Children's Villages oleh FIFA untuk program di Argentina. Pada 2005, ia menerima penghargaan Ambrogino d'Orodari pemerintah kota Milan atas jiwa sosialnya. Zanetti juga adalah duta dunia untuk Olimpiade Khusus Penyandang Cacat.

Di Final Liga Champions 2010 pada 22 May 2010, Zanetti memainkan pertandingan resminya ke 700 bersama Internazionale, dan kemenangan pertandingan itu melengkapi treble bersejarah bagi tim sepak bola asal Italia. Pada 20 Oktober 2010, Golnya ke gawang Tottenham menjadikannya sebagai pemain tertua yang mencetak gol di Liga Champions, sebelum dipatahkan oleh Filippo Inzaghi dan Ryan Giggs.


Awal Kehidupan

Javier Adelmar Zanetti lahir di Buenos Aires dan dibesarkan di daerah pelabuhan distrik Dock Sud. Ia berkomitmen untuk mengejar pendidikan dan bekerja sekaligus, membantu ayahnya yang kuli bangunan, menjadi pengirim susu, dan bekerja di toko kelontong milik sepupunya tanpa mengabaikan semangat untuk bermain sepak bola. Dia mulai bermain sepak bola di sebuah lapangan pinggiran kota, dalam mengisi waktu luangnya.

Karakteristik permainan

Zanetti seperti julukannya "Traktor", memiliki kekuatan fisk dan daya tahan yang besar. Ia adalah pemain yang kuat dengan kemampuan teknis yang tinggi, sehingga dapat bertahan dan menyerang dengan cukup cepat. Zanetti terkenal di sepakbola karena keterampilan bermain diberbagai posisi dan memiliki daya jelajah yang luas.

Berposisi asli sebagai gelandang ataupun bek kanan, namun dalam kariernya yang panjang ia merupakan "kartu joker" bagi timnya karena hampir dapat dimainkan diseluruh posisi. Pernah di tempatkan sebagai bek kiri dan gelandang kiri pada awal tahun 2000'an saat Internazionale kekurangan pemain diposisi itu, era Mancini dan Mourinho Zanetti dipindahkan sebagai gelandang baik gelandang kanan maupun gelandang bertahan karena adanya bek kanan yang kuat Maicon. Formasi 3-4-3 yang menjadi favorit Gasperini memaksanya menjadi bek tengah pada 2011, sebelum dikembalikan posisinya menjadi gelandang lagi oleh Ranieri.

Karier klub

Talleres

Setelah ditolak oleh tim yunior Independiente, Zanetti bergabung dengan tim Talleres (tim divisi dua pada saat itu). Debutnya bersama Talleres berlangsung pada pertandingan melawan Instituto yang berakhir dengan kemenangan timnya 2-1 pada 22 Agustus 1992. Di Talleres ia bermain dalam 33 pertandingan dan mencetak satu gol dalam satu musim.
Setahun Kemudian ia pindah ke tim divisi utama Banfield.

Banfield

Saat berusia 20 tahun, Zenetti melakukan debutnya bersama Banfield pada tanggal 12 September 1993 di pertandingan kandang melawan River Plate. Dia mencetak gol pertamanya 17 hari kemudian melawan Newell's Old Boys dalam pertandingan yang berakhir 1-1. Pertunjukan yang luar biasa untuk Banfield mendapatkan popularitas dari penggemar El Taladro dan juga membuatnya mendapatkan panggilan dari tim nasional. Semusim Kemudian, klub raksasa Argentina River Plate dan Boca Juniors mengaku tertarik merekrutnya tapi Zanetti memutuskan untuk tinggal di Banfield selama satu tahun lagi.

Pada tahun 1995, ia pindah ke Italia untuk bergabung dengan Internazionale, yang menjadikannya paket pembelian pemain pertama Massimo Moratti. Perekrutan ini merupakan rekomendasi dari Antonio Valentin Angelillo yang merupakan mantan pemain dan pencari bakat Amerika Latin tim Internazionale.

Internazionale

Zanetti, selalu dipercaya sebagai starting XI sejak Internazionale dilatih oleh Roy Hodgson pada tahun 1995. Dia melakukan debut untuk Internazionale pada 27 Agustus 1995 melawan Vicenza di Milan. Selama tinggal dengan klub, dia telah memenangkan 16 piala, 15 di antaranya berada di bawah kapten nya: Piala UEFA pada tahun 1998 (mencetak gol kedua di final dengan tembakan dari luar kotak penalti), Coppa Italia 2005, 2006 dan 2010, Piala Super Italia 2005, 2006, 2008 dan 2010, Scudetto 2005-2006, 2006-2007, 2007-2008, 2008-2009 dan 2009-2010, Liga Champions 2009-10 dan Piala Dunia Antarklub 2010. Pada tahun 2010, Zanetti menjadi kapten klub Italia pertama yang meraih treble dengan memjuarai Scudetto, Coppa Italia dan Liga Champions.



Kualitas Zanetti telah membuatnya mendapatkan rasa hormat di lapangan. Terkadang dia dikritik karena terlalu bersuara lembut di lapangan, tapi membuatnya menjadi salah satu yang paling konsisten Inter, pemain handal, dan terpercaya. Dengan demikian, ia diganjar dengan kapten klub, mengambil alih dari bek legendaris Giuseppe Bergomi. Menjadi bagian dari skuat sejak 1995 dan dengan lebih dari 700 penampilan, ia saat ini adalah yang paling lama di antara pemain inter lainnya. Untuk fans Inter, Zanetti adalah salah satu pemain terbesar yang pernah memakai seragam kebesaran mereka hitam dan biru dan dia telah dianggap sebagai legenda Internazionale. Ia merayakan pertandingan ke-600 nya untuk Internazionale dengan kemenangan 1-0 atas Lecce yang baru promosi. Sebelum pertandingan, dilapangan ia diberikan penghargaan berupa piring penghargaan oleh wakil kapten Iván Córdoba.

Meskipun Zanetti lebih sering diklasifikasikan sebagai pemain bertahan, ia sekarang lebih sering bermain di lini tengah. Sejak kedatangan Maicon pada awal musim 2006-07, Zanetti dipindahkan dari posisi bek kanan ke lini tengah. Dia mengakhiri paceklik gol 4 tahun ketika ia mencetak gol pada 5 November 2006 di kandang melawan Ascoli, setelah sebelumnya mencetak gol pada tanggal 6 November 2002 di sebuah pertandingan tandang melawan Empoli. Pada tanggal 27 September 2006, melawan Bayern Munich, Zanetti memainkan pertandingan 500 profesionalnya untuk Inter dan pada tanggal 22 November 2006, ia tampil dalam pertandingan ke-100 Eropa melawan Sporting Lisbon. Zanetti menjalani dua belas tahun yang luar biasa tanpa dikeluarkan dari lapangan dalam sebuah pertandingan. Pertama kali ia diusir dari lapangan dalam kariernya adalah pada tanggal 17 Februari 1999 di sebuah pertandingan Coppa Italia melawan Parma, dan ia diusir dari lapangan lagi dalam pertandingan Serie A melawan Udinese pada 3 Desember 2011. Hanya 2 pertandingan inilah ia mendapatkan kartu merah dari seluruh kariernya di Internazionale.

Di Inter, Zanetti telah merasakan 17 pelatih yang berbeda, membuatnya satu-satunya pemain telah bermain di bawah banyak pelatih. Kontraknya saat ini dengan Internazionale berjalan sampai tahun 2013 setelah ia memperpanjang kontraknya pada musim panas 2010. Sang kapten telah berjanji masa depannya kepada Nerazzurri, berharap untuk memiliki masa depan di manajemen klub setelah ia menggantung sepatu.

Musim 2009-10 awal yang baik untuk Zanetti dan Inter, terutama setelah kemenangan 4-0 dari rival sekota dalam derby Milan. Pada pertandingan 17 Oktober melawan Genoa, ia mulai dari serangan balik yang berujung gol kedua Internazionale. Pada tanggal 24 Oktober, ia menyamai rekor Giacinto Facchetti dengan 476 penampilan Serie A ketika bermain dalam pertandingan melawan Catania, yang berakhir dalam kemenangan 2-1 untuk Nerazzurri. Dia juga memegang rekor klub dengan 149 penampilan berturut-turut. Saat Inter memenangkan Final Liga Champions 2010 2-0 melawan Bayern Munich pada 22 Mei 2010, ini merupakan penampilan ke-700 Zanetti untuk Inter.

Pada tanggal 20 Oktober 2010, saat berusia 37 tahun dan 71 hari, Zanetti menjadi pemain tertua yang mencetak gol di Liga Champions ketika ia mencetak gol pada menit awal dengan kemenangan 4-3 Internazionale atas Tottenham Hotspur di Giuseppe Meazza. Gol ini merupakan gol keduanya di Liga Champions setelah pada bulan Desember 1998 dalam pertandingan kemenangan 2-0 melawan Sturm Graz.

Pada tanggal 19 Januari 2011, Zanetti menyalip legenda La Beneamata Giuseppe Bergomi di penampilan Serie A, pertandingan 520 di Serie A untuk Inter. Setelah sebelumnya ia menyamai rekor 519 milik Bergomi, ketika Internazionale membungkam Bologna dengan skor 4-1 pada tanggal 16 Januari 2011.

Pada tanggal 11 Mei 2011, Zanetti membuat penampilan keseribunya sebagai pemain sepakbola profesional saat bermain untuk Internazionale melawan Roma di semi final Coppa Italia Leg 2.

Karier internasional

Zanetti debutnya untuk Argentina pada 16 November 1994 melawan Chili di bawah pelatih Daniel Passarella. Dia telah mewakili negaranya pada Piala Dunia tahun 1998 dan 2002. Dia juga bagian dari tim yang memenangkan medali perak di Olimpiade 1996 Atlanta, Amerika Serikat.

Pada Piala Dunia 1998, ia menyelesaikan dengan baik menjadi gol, umpan dari sebuah tendangan bebas Juan Sebastián VerĂłn di babak 16 pertandingan melawan Inggris membuat skor 2–2. Argentina kemudian memenangkan adu penalti 4–3 tapi kalah 1–2 dalam pertandingan perempat final melawan Belanda.



Zanetti during the friendly match against Portugal on February 9, 2011
Zanetti bermain untuk tim nasional Argentina dibawah asuhan Marcelo Bielsa di Piala Dunia 2002. Namun, mereka tersingkir di babak penyisihan grup, meskipun memenangkan laga pembuka.

Zanetti merayakan cap ke-100 dengan membantu Argentina memenangkan semifinal Piala Konfederasi FIFA 2005 atas Meksiko pada 26 Juni 2005, di mana ia menjadi pemain terbaik pada pertandingan tersebut. Pada partai Final, Argentina kalah atas Brasil.

Setelah menjadi bagian dari tim selama putaran kualifikasi, Zanetti tidak dipanggil untuk Piala Dunia FIFA 2006 oleh pelatih José Pekerman yang menjadi sebuah keputusan kontroversial bagi pendukung dan media.

Dengan pelatih baru Alfio Basile, Zanetti dipanggil untuk pertandingan persahabatan melawan Perancis pada tanggal 7 Februari 2007. Ia bermain cemerlang dan membantu Javier Saviola mencetak satu-satunya gol yang juga memberi kemenangan pertama Argentina di bawah manajemen Basile. Pada tahun yang sama, Zanetti adalah wakil kapten dari skuat Argentina pada Copa América 2007, setelah sebelumnya ikut di turnamen tahun 1995, 1999 dan 2004.

Pada April 2007, Zanetti dianugrahi dengan penghargaan nasional Giuseppe Prisco. Sejak pensiunnya Roberto Ayala, Zanetti diberi ban kapten. Pada pertandingan kualifikasi Piala Dunia melawan Bolivia pada tanggal 17 November 2007, ia menjadi pemain paling banyak bermain menggunakan kostum timnas Argentina.

Zanetti menjadi pemain reguler di bawah pelatih baru Diego Maradona, meskipun gelandang bertahan Javier Mascherano mengambil alih peran kapten atas permintaan Maradona. Meskipun Internazionale berhasil menjuarai Liga Champions 2010, Maradona tidak memanggil Zanetti dan rekan satu timnya Esteban Cambiasso untuk skuat Argentina pada Piala Dunia FIFA 2010, langkah ini sangat dikecam oleh para pengamat sepak bola tidak hanya dari Amerika Selatan tetapi juga Eropa. Tapi sebaliknya, secara mengejutkan Ariel Garcé dipanggil, setelah hanya bermain di dua kali pertandingan dalam lima tahun terakhir, tapi akhirnya Garcé tidak bermain satu menit pun dalam Piala Dunia.

Pada tanggal 20 Agustus 2010, pelatih baru Argentina Sergio Batista memanggil kembali Javier Zanetti untuk pertandingan persahabatan melawan Spanyol yang dimainkan pada Selasa 7 September 2010 di Stadion Monumental kandang River Plate bersama legenda Gabriel Batistuta yang diberikan sebagai pertandingan penghargaan oleh Asosiasi Sepakbola Argentina atas karier luar biasanya, mereka bermain dihadapan lebih dari 48.000 orang. Dia dipanggil lagi untuk pertandingan persahabatan melawan Jepang di Saitama, Oktober 2010 tetapi ditarik keluar pada menit terakhir karena cedera.


Statistik Karier:

Klub

Team Season League Cup Continental1 Other2 Total
Apps Goals Apps Goals Apps Goals Apps Goals Apps Goals
Talleres RE 1992–93 33 1 33 1
Total 33 1 33 1
Banfield 1993–94 37 1 37 1
1994–95 29 3 29 3
Total 66 4 66 4
Internazionale 1995–96 32 2 5 0 2 0 39 2
1996–97 33 3 5 1 12 0 50 4
1997–98 28 0 4 0 9 2 41 2
1998–99 34 3 5 0 9 1 2 0 50 4
1999–2000 34 1 8 1 1 0 43 2
2000–01 29 0 1 0 4 0 34 0
2001–02 33 0 1 1 10 1 44 2
2002–03 34 1 1 0 18 0 53 1
2003–04 34 0 5 0 12 0 51 0
2004–05 35 0 3 0 11 0 49 0
2005–06 25 0 5 0 8 0 1 0 39 0
2006–07 37 1 4 0 8 0 1 0 50 1
2007–08 38 1 4 0 8 0 1 0 51 1
2008–09 38 0 4 0 8 0 1 0 51 0
2009–10 37 0 4 0 13 0 1 0 55 0
2010–11 35 0 5 0 8 1 4 1 52 2
2011–12 34 0 2 0 8 0 1 0 45 0
2012–13 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
Total 573 12 66 3 149 5 13 1 798 21
Career Total 672 17 66 3 149 5 13 1 897 26
1Continental competitions include the UEFA Champions League and UEFA Cup
2Other tournaments include the Serie A play-off, Supercoppa Italiana, UEFA Super Cup and FIFA Club World Cup

Internasional

Argentina national team
Year Apps Goals
1994 3 0
1995 15 1
1996 6 0
1997 4 0
1998 9 2
1999 11 0
2000 7 0
2001 9 0
2002 6 0
2003 8 1
2004 14 1
2005 10 0
2006 0 0
2007 15 0
2008 11 0
2009 8 0
2010 2 0
2011 7 0
Total 145 5

AGGREGATE DATA


Appearances
Goals
Italian League
573
12
International Cups
152
6
Italian Cup and Supercup
73
3
TOT
798
21

FIRST AND LATEST MATCHES PLAYED FOR INTER



Match
Result
Date
Competition
First match
Inter-Vicenza
1-0
August 27 1995
Campionato
Latest match
Hajduk Spalato-Inter
0-3
August 2 2012
Europa League

Statistik Karier:


  • Serie A : 573 appearances, 12 goals
  • Coppa Italia : 66 appearances, 3 goals
  • Supercoppa Italiana : 7 appearances
  • UEFA Champions League : 105 appearances, 2 goals
  • UEFA Cup : 43 appearances, 3 goals
  • FIFA Club World Cup : 2 appearances, 1 goal
  • FIFA World Cup : 8 appearances, 1 goal
  • FIFA Confederations Cup : 8 appearances
  • Copa America : 22 appearances

Gelar

Klub
Internazionale
  • Serie A (5): 2005–06, 2006–07, 2007–08, 2008–09, 2009–10
  • Coppa Italia (4): 2004–05, 2005–06, 2009–10, 2010–11
  • Supercoppa Italiana (4): 2005, 2006, 2008, 2010
  • UEFA Champions League (1): 2009–10
  • UEFA Cup (1): 1997–98
  • FIFA Club World Cup (1): 2010

Individual
  • FIFA 100 ("PelĂ© names his top 100 players")
  • Pallone d'Argento: 2002
  • FIFA Team of the Year 2009 Nominee (Right-back)


Tim Nasional
Argentina
  • Medali emas Pan American Games 1995
  • Medali perak Olimpiade Atlanta 1996
  • Finalis Copa AmĂ©rica 2004 dan 2007
Continue Reading

Sejarah Derby Della Madonnina

Jumat, 16 Maret 2012 | 0 komentar


Derby Della Madonnina

Laga derby merupakan pertandingan antar tim yang berasal dari kota yang sama. Pertandingan ini biasanya memiliki aura pertandingan yang berbeda dengan aura pertandingan antar klub besar untuk memenangi trofi juara. Pertandingan ini sarat emosi bukan karena prestasi yang diperebutkan tetapi lebih karena gengsi.

Pembuktian kepada bagian lain dari kota tersebut bahwa merekalah yang lebih baik. Dalam Liga Italia Serie-A sendiri ada beberapa laga derby yang juga terbilang seru, ada Derby della Mole (juventus vs Torino), Derby della Capitale (As.Roma vs Lazio), Derby D’Italia antara Inter & Juventus, padahal bukan dari satu kota, tapi sejarahnya karena 2 klub ini belum pernah turun ke Serie B, sehingga jadi derby penguasa Serie A (Tapi akibat kasus Calciopoli tahun 2006, Juventus terpaksa turun ke Serie B karena dipastikan bersalah melakukan pengaturan skor) Dan “Ibu dari segala Derby” yaitu Derby Della Madonnina, yang pastinya sarat gengsi dan emosi antara 2 klub kota Milan, yaitu Internazionale dan AC Milan.

Asal kata Madonnina merupakan panggilan masyarakat setempat untuk patung Virgin Mary yang berada di puncak Katedral Milan, salah satu trademark kota Milan. Bagi warga Milan tempat tersebut merupakan tempat yang sakral dari segi rohani dan seperti yang kita ketahui dimana sepakbola menjadi sebuah “kepercayaan” di negeri Italia maka tidak berlebihan jika memberi nama derby ini della Madonnina, derby yang secara etimologis menganalogikan bahwa siapapun yang memenangkan derby tersebut, merekalah yang berada di puncak kota Milan.

Tempat dilangsungkannya derby della Madonnina antara Milan & Inter menggunakan stadion yang sama namun dgn nama yang berbeda. Oleh kubu Inter, diberi nama Guiseppe Meazza untuk menghormati jasa mantan pemainnya yang juga merupakan nama resmi stadion ini, hal ini juga yang membuat Milanisti enggan menyebut stadion tersebut dengan nama yang sama mengingat nama itu adalah mantan pemain Inter sehingga kemudian diberi nama San Siro. Saat dilangsungkan derby para suporter membagi diri mereka menjadi dua bagian, yaitu curva nord, di bagian utara stadion yang menjadi tempat para Interisti dan curva sud, bagian selatan stadion yang menjadi tempat para Milanisti

SEJARAH AWAL

Cerita tentang lahirnya persaingan antara kedua klub bermula tanggal 16 Desember 1899 dimana waktu itu hanya ada Klub Kriket dan Sepakbola Milan yang didirikan oleh Alfred Edwards. Saat itu ia menjadi presiden dari Klub Kriket dan Sepakbola Milan. Dibantu oleh Herbert Kilpin yang menjadi kapten klub sepakbola. Pada 9 Maret 1908, perselisihan mengenai dominasi pemain Italia dan Inggris di klub Ac Milan menyebabkan sekumpulan orang

Italia & Swiss memecahkan diri dari Ac Milan untuk membentuk klubnya sendiri. Nama Internazionale diambil karena pendirinya ingin membuat satu klub yang terdiri dari banyak pemain dari negara luar. Pada era itu, Inter identik dengan kaum borjuis sedangkan Milan dengan kelas pekerjanya. Ternyata selain berbeda visi, suporter kedua tim juga memiliki perbedaan stratifikasi sosial yang menjadi alasan mengapa persaingan kedua klub kota Milan ini begitu panas.

ERA MAZZOLA DAN RIVERA

Di era 60-an, derby Milan menjadi saksi dua bintang besar sepak bola Italia saling berhadapan. Salah satu pemain yang paling mewakili kubu La Beneamata adalahSandro Mazzola, putra bintang Torino Torino FC, Valentino Mazzola (pemain yang bersama sebagian besar rekan setimnya di Il Toro. meninggal dalam kecelakaan pesawat di tahun 1949 setelah empat tahun mendominasi Serie A). Lawannya di kubu Il Diavolo Rosso, adalah Gianni Rivera, yang dijuluki Golden Boy karena talentanya.




Era ini menyajikan derby brilian dan juga peningkatan tensi rivalitas antara kedua tim: Milan memenangkan trofi Eropa di tahun 1962-1963, Inter mengikutinya dengan sukses beruntun di tahun berikutnya. Milan kembali memenangkan gelar yang sama di tahun 1968-1969. Selama periode sukses keduanya, Milan dilatih oleh Nereo Rocco dan Inter ditukangi oleh Helenio Herrera, dua nama yang banyak menangani banyak pemain besar.

Rivalitas itu berlanjut ke tim nasional Italia, di mana kedua pemain handal tersebut jarang bermain bersama - salah satu biasanya akan menggantikan yang lain di babak kedua. Rivera kehilangan posisinya sebagai starter di tangan Mazzola pada final Piala Dunia 1970, di mana Gli Azzurri dibantai 4-1 oleh Brasil. Rivera baru masuk di menit 88, di mana Italia sudah keburu hancur dan itu dianggap banyak pelatih dan fans sebagai kesalahan arsitek La Nazionale, Ferruccio Valcareggi, karena permainanRivera yang lebih dinamis bisa saja mengangkat performa tim di lapangan.

ERA 90-AN HINGGA SEKARANG

Era rivalitas lainnya kembali mencuat di akhir 80-an serta awal tahun 90-an di mana trio Belanda: Marco van Basten, Frank Rijkaard dan Ruud Gullit bermain untuk Milan; sementara trio Jerman: Andreas Brehme, Jürgen Klinsmann dan Lothar Matthäusmembela panji Inter.

Meski dalam periode ini, Rossoneri mendominasi sepak bola Italia dan Eropa, persaingan antara keduanya akan dikenang akibat final Piala Dunia 1990 - di mana tim Belanda memasuki turnamen sebagai salah satu favorit berkat sukses di Piala Eropa 1988 serta trio pemainnya mengecap sukses di Milan berkat raihan trofi Eropa secara beruntun di tahun 1989 dan 1990. Milan pun sukses mengunci scudetto di tahun 1988, dan Inter merebutnya setahun kemudian.

Ketika Belanda bersua Jerman di Piala Dunia, pertandingan tersebut dimainkan di kandang Inter dan Milan, Stadion San Siro - dan bagi kebanyakan orang laga itu terlihat seperti versi timnas dari derby Milan. Pertandingan panas itu berakhir dengan kekalahanDe Oranje di kaki para pemain Jerman dan juga diusirnya Rijkaard setelah meludahi penyerang Jerman, Rudi Voeller. Jerman menang 2-1 dengan dua pemain Inter,Klinsman dan Brehme mencetak gol yang menghadirkan kemenangan moral bagi pendukung Nerazzurri.

Meski demikian, Milan terus membukukan sukses di pentas domestik dan internasional: mereka membangun skuad yang dijuluki Tim Tak Terkalahkan di bawah arahan Fabio Capello. Mereka memenangkan trofi Eropa kelima mereka di tahun 1984 dengan membekuk tim impian Barcelona yang dibesut Johann Cruyff 4 gol tanpa balas! Selain itu, Milan juga maju ke final kompetisi Eropa tiga kali secara beruntun.
Di sisi lain, penantian panjang Inter untuk gelar di turnamen besar dimulai setelah tahun 1989, dan baru berakhir di tahun 2006 kala skandal calciopoli memaksa Juventus menyerahkan scudetto 2005-2006 kepada Nerazzurri. Inter kemudian memenangkan gelar juara tahun 2007 dengan memecahkan rekor 17 kemenangan beruntun dan menang dua kali atas Milan - derby kedua yang bakal paling dikenang, karena sang fenomena, Ronaldo sebelumnya bermain untuk Inter di akhir 90-an.

LIGA CHAMPIONS 2004-2005

Derby paling dikenal antara Milan dan Inter di era ini mungkin adalah leg kedua perempat final Liga Champions pada 12 April 2005.
Milan unggul 1-0 (agregat 3-0) berkat gol cepat Andriy Shevchenko dan fans fanatik Inter mengamuk setelah gol Esteban Cambiasso di babak kedua dibatalkan wasitMarkus Merk secara kontroversial. Botol dan barang-barang lain beterbangan ke dalam lapangan permainan, dan tak lama kemudian meningkat menjadi kembang api.

Saat kiper Milan, Dida berusaha membuang botol demi melepas tendangan gawang, sebuah kembang api yang dilempar dari tribun menghantam bahu kanannya dan memaksa wasit menghentikan laga di menit 74. Setelah ditunda selama 30 menit di mana para pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api di lapangan, pertandingan dilanjutkan kembali. Namun semenit kemudian, wasit Markus Merkmemutuskan untuk menghentikan laga sepenuhnya setelah makin banyak kembang api beterbangan ke lapangan.

Milan dihadiahi kemenangan 3-0 dan unggul agregat mutlak 5-0! Inter juga dijatuhi denda sebesar 200.000 euro - denda terbesar yang pernah dijatuhkan UEFA - dan harus menggelar empat laga Liga Champions mereka di musim 2005-2006 tanpa penonton.

TREBLE WINNERS INTER 2009-2010

Rivalitas panas kota Milan kembali memanas setelah musim lalu Inter meraih tiga gelar bersejarah. Beberapa faktor yang menyulut kembali bara persaingan kedua kubu adalah:

- Gelar scudetto ke-18 Inter musim lalu membawa mereka mengungguli Milan (yang baru meraih 17 gelar) untuk pertama kali sejak Milan menyamai perolehan 13 scudettoInter di musim 1992-1993.

- Gelar Coppa Italia ke-6 Inter juga membawa mereka melompati raihan Milan (5 gelar) untuk kali pertama dalam sejarah kompetisi tersebut.

- Inter adalah tim Italia pertama (dan klub keenam dalam sejarah) yang memenangkantreble - gelar juara domestik (Serie A 2009-10), piala domestik (Coppa Italia 2009-10) dan Liga Champions Champions 2009-10.

- Inter meraih kemenangan double atas Milan di musim 2009-2010, melibas mereka 0-4 di pertemuan pertama kala Milan bertindak sebagai tuan rumah, dan menang 2-0 di pertemuan kedua. Pertemuan kedua merupakan yang paling diingat oleh fansNerazzurri karena Inter bermain tanpa Wesley Sneijder yang dikartu merah wasit di babak pertama dan Lucio menyusul di babak kedua. Dominasi Inter digenapkan oleh penampilan cemerlang kiper Julio Cesar yang menggagalkan penalti Ronaldinho di menit akhir.

LIST OF MATCHES OF THE LAST DECADE

SeasonDateHome teamScoreAway teamCompetitionHome goal scorersAway goal scorers
2002-0301-09-2002Milan
1–0
Inter"Pro Vittime di Linate" (friendly)Tomasson 69'-
23-11-2002Milan
1–0
InterSerie ASerginho 12'-
12-04-2003Inter
0–1
MilanSerie A-Inzaghi 11' (pen.)
07-05-2003Milan
0–0
InterUEFA CL--

13-05-2003Inter
1–1
MilanUEFA CLMartins 84'Shevchenko 45'
2003-0405-10-2003Inter
1–3
MilanSerie AMartins 79'Inzaghi 39', Kaká 46', Shevchenko 77'
21-02-2004Milan
3–2
InterSerie ATomasson 56', Kaká 57', Seedorf 85'Stanković 15', Zanetti 40'
2004-0524-10-2004Milan
0–0
InterSerie A--
27-02-2005Inter
0–1
MilanSerie A-KakĂ  77'
06-04-2005Milan
2–0
InterUEFA CLStam 46', Shevchenko 76'-
12-04-2005Inter
0–3
MilanUEFA CL
Shevchenko 30'
2005-0611-12-2005Inter
3–2
MilanSerie AAdriano 24', 93', Martins 61'Shevchenko 39', Stam 85'
14-04-2006Milan
1–0
InterSerie AKaladze 71',-
2006-0728-10-2006Milan
3–4
InterSerie ASeedorf 53', Gilardino 79', Kaká 94'Crespo 17', Stanković 22', Ibrahimović 50', Materazzi 72'
11-03-2007Inter
2–1
MilanSerie ACruz 56', Ibrahimović 76'Ronaldo 40'
2007-0823-12-2007Inter
2–1
MilanSerie ACruz 36', Cambiasso 64'Pirlo 18'
04-05-2008Milan
2–1
InterSerie AInzaghi 53', Kaká 58'Cruz 78'
2008-0928-09-2008Milan
1–0
InterSerie ARonaldinho 36'-
15-02-2009Inter
2–1
MilanSerie AAdriano 29', Stanković 43'Pato 72'
2009-1026-07-2009Inter
2–0
MilanWFC (friendly)Milito 4', 75'-
29-08-2009Milan
0–4
InterSerie A-Motta 29', Milito 36' (pen), Maicon 46', Stanković 70'

24-01-2010Inter
2–0
MilanSerie AMilito 10', Pandev 67'-
2010-1114-11-2010Inter
0–1
MilanSerie A-Ibrahimović 4' (pen.)
02-04-2011Milan
3–0
InterSerie APato 1', 62', Cassano 90' (pen.)-
2011-1206-08-2011Milan
2–1
InterSupercoppa ItalianaIbrahimović 60', Boateng 69'Sneijder 22'
NOTES:
1. 45 minutes friendly matches not included.
2. 2005 Champions League 2nd leg Match awarded 3-0 to Milan after crowd trouble by Inter fans.

BIGGEST WINS

The winning team scored four goals or above with two or more goal difference from the defeated team (unofficial matches not included).

Milan

  • Milan 6-3 Inter on 30 April 1911 in Campionato
  • Inter 0–4 Milan on 1 April 1917 in Coppa Regionale Lombarda
  • Milan 8-1* Inter on 3 March 1918 in Coppa Mauro
  • Inter 2–5 Milan on 16 February 1919 in Coppa Mauro
  • Milan 5-3 Inter on 27 March 1960 in Campionato
  • Milan 4-2 Inter on 26 June 1968 in Coppa Italia
  • Milan 5-0 Inter on 8 January 1998 in Coppa Italia
  • Inter 0–6 Milan on 11 May 2001 in Campionato
  • Inter 2–4 Milan on 21 October 2001 in Campionato

Inter

  • Milan 0-5 Inter on 6 February 1910 in Campionato
  • Inter 5-1 Milan on 17 February 1910 in Campionato
  • Inter 5-2 Milan on 22 February 1914 in Campionato
  • Inter 4-2 Milan on 28 March 1965 in Campionato
  • Inter 4-0 Milan on 2 April 1967 in Campionato
  • Milan 1-5 Inter on 24 March 1974 in Campionato
  • Milan 0–4 Inter on 29 August 2009 in Campionato
http://www.derby-milan.com/
Continue Reading

Persaudaraan Sampai Mati Interisti-Laziale (Gamellaggio Lazio-Inter)

| 0 komentar


Sebuah Catatan Panjang Sejarah dan Kejadian Dramatis

Stadio Giuseppe Meazza, San Siro, Milano, 23 April 2011. Menjelang laga Inter vs Lazio di pekan-pekan terakhir yang krusial di Serie A musim 2011/2012. Lazio sedang bersaing keras dengan Udinese untuk mengamankan tempat di UCL dan Inter sedang berjuang keras menghidupkan asa scudetto yang hampir pasti diraih AC Milan. Ketika kedua tim memasuki lapangan, dari salah satu bagian stadion puluhan flare warna biru langit dinyalakan, disusul pekikan ribuan orang: “A Roma Ce Solo Lazio” atau “Di Kota Roma Hanya Ada Lazio”. Kita yang hanya menyaksikan lewat televisi tentu mengira itu adalah ulah suporter Lazio. Sebenarnya bukan, flare dan teriakan itu justru dilakukan dari Curva Nord Stadio GM oleh puluhan ribu Interisti yang tergabung dalam Boys SAN dan beberapa kelompok ultras Inter lainnya. Baru setelah itu dari sisi Irriducibili Lazio dinyalakan flare warna biru gelap (warna Inter) dan para Laziali meneriakkan “Forza Inter Ale”. Itu adalah ritual selamat datang dari Interisti untuk Laziali dan tanda persahabatan Laziali bagi Interisti. Ritual itu sudah berusia lebih dari satu dekade sejak kedua kelompok suporter ultras menjalin gamellaggio (twinning, persaudaraan). Di Stadio Olimpico, ritual dilakukan sebaliknya. Irriducibili Lazio menyalakan flare biru gelap disertai teriakan “Forza Inter Ale” dan dibalas oleh Interisti dengan flare biru langit dan teriakan “A Roma Ce Solo Lazio.”

Mengapa kita bersahabat dengan Lazio? Karena sama-sama menempati Curva Nord? Dan mengapa Lazio berseteru dengan AS Roma? Karena menghuni kota yang sama? Itu memang salah satu alasan tetapi latar belakang sesungguhnya adalah sebuah sejarah panjang dan kompleks, dimulai bahkan dari saat awal eksistensi kedua klub itu.

Takdir Mulai Saat Kelahiran

SS Lazio dibentuk tahun 1900 oleh para politisi dan usahawan berhaluan politik kanan dan anti-Yahudi serta berbasis pendukung kaum terpelajar dan kalangan menengah-atas Roma. Kelompok berhaluan serupa juga lah yang mendirikan Inter saat melepaskan diri dari AC Milan tahun 1908.

Saat diktator fasis Benito Mussolini berkuasa di Italia, dia memerintahkan semua klub di kota Roma di-merger menjadi AS Roma tahun 1927. Semua mematuhi, kecuali SS Lazio yang menentang dan tetap berdiri sendiri. AS Roma dikuasai oleh golongan kiri dan didukung oleh kelas buruh dan masyarakat Yahudi (kelompok serupa yang mendukung AC Milan). Di kota Milan, Mussolini melakukan hal yang sama, dan Inter melakukan penentangan yang sama sehingga sementara harus berganti nama menjadi Ambrosiana Milano. Sejarah awal ini telah menyemai ikatan antara SS Lazio dan Inter serta menempatkan AS Roma dan AC Milan pada pihak yang berseberangan. Lokasi yang sama di Curva Nord (Lazio dan Inter) dan di Curva Sud (AS Roma dan AC Milan) makin mempertajam perbedaan ini. Dan, tentu saja, faktor lokasi di Kota yang sama menjadikan persaingan Lazio-Roma menjadi semakin memanas. Lazio dan pendukungnya merasa sebagai yang pertama di Roma, sedangkan AS Roma menganggap dirinya satu-satunya klub yang menyandang nama kota.

Persaingan ini sedemikian panasnya, sehingga Derby della Capitale (SS Lazio vs AS Roma) dinobatkan sebagai derbi paling panas di Italia bahkan di Eropa, melebihi Derby della Madoninna (Inter vs Milan), Derby Manchester (MU vs Manchester City) bahkan mengungguli El Classico (Barcelona vs Madrid). Kalau Interisti dan Milanisti hanya panas di dunia maya tetapi bersahabat di dunia nyata, Laziali dan Romanisti berseteru dalam arti sebenarnya, di dunia maya maupun di dunia nyata. Hampir tak pernah terjadi Derby della Capitale tanpa kerusuhan. Tercatat beberapa nyawa melayang dan ratusan orang telah terluka karena derbi ini. Derby della Capitale adalah “neraka” sepakbola Italia.

Gamellaggio Lazio-Inter

Persaudaraan ini terjadi sepanjang sejarah. Tak pernah ada catatan insiden antara Laziali dan Interisti. Kesamaan aliran politik dan basis pendukung membuat kedua kelompok suporter ini selalu rukun. Gamellaggio secara formal terjadi saat kedua suporter bertemu dalam final UEFA Cup tahun 1998 di Paris yang dimenangkan Inter dengan 3-0. Sikap ksatria Irriducibili Lazio dan sikap simpatik Boys SAN Inter membuat kedua suporter mendapatkan penghargaan fair play dari UEFA. Dan saat itu tercapailah kesepakatan persaudaraan antara Laziali dan Interisti yang makin menguat hingga hari ini.

Inilah beberapa kejadian unik yang menunjukkan eratnya gamellagio Lazio-Inter:

Nasib Tragis Zaccheroni, 5 Mei 2002

Pada pertandingan giornata 34 musim 2001/2002 tanggal (match terakhir, karena saat itu Serie A hanya berisi 18 tim), terjadi peristiwa yang unik di Stadio Olimpico pada laga Lazio vs Inter. Saat itu Inter di ambang juara karena cukup dengan mengalahkan Lazio maka mereka akan meraih scudetto mengungguli Juventus. Maka Laziali di Stadio Olimpico, dimotori Irriducubili Lazio mendukung Inter habis-habisan dan meminta Lazio kalah, agar yang mendapatkan scudetto Inter, rival Lazio: Juventus. Sayangnya malam itu para punggawa Nerazzurri gagal meraih scudetto yang sudah di depan mata, kalah 2-4 dari Biancoceleste. Dan Juventus merebut scudetto dengan 71 poin, diikuti Roma dengan 70 poin. Inter sendiri di posisi ketiga dengan 69 poin. Akibat kejadian ini, Irriducibili Lazio mendemo manajemen Lazio dan meminta allenatore Lazio, Alberto Zaccheroni dipecat. Zaccheroni pun akhirnya mengundurkan diri. Dia dimusuhi Laziali justru karena timnya memenangkan laga. Ironis, tapi itulah jiwa Irriducibili Lazio: persahabatan dan solidaritas ditempatkan di atas sepak bola itu sendiri.

Stadio Giuseppe Meazza Tanpa Banner dan Flare, 5 Desember 2007

Pada tanggal 11 November 2007, seorang DJ terkenal di kota Roma, Gabriele Sandri, seorang pendukung ultras Lazio, menjadi korban tak berdosa dalam kerusuhan antara sekelompok suporter anarkis Juventus dan kepolisian kota Roma. Sandri tertembak di bagian belakang kepalanya oleh polisi. Kerusuhan pun meledak, menuntut keadilan. Tidak hanya karena para Laziali menyerang kantor polisi Roma, tapi juga di Milano, oleh Interisti menyerang kantor polisi Milano menunjukkan solidaritasnya. Untuk menghormati Sandri, Inter menunda pertandingan Inter vs Lazio di Stadio Giuseppe Meazza yang seharusnya digelar 14 November menjadi tanggal 5 Desember 2007. Saat pertandingan berlangsung, Boys SAN Inter memprakarsai mengheningkan cipta selama 5 menit di stadion untuk menghormati Sandri. Dan malam itu, di Curva Nord Giuseppe Meazza, tempat para Interisti, sama sekali tidak terlihat sepotong pun spanduk, banner ataupun sebuah flare pun yang mereka nyalakan. Kelompok-kelompok ultras Inter hanya membentangkan sebuah spanduk besar dengan tulisan warna biru langit berlatar belakang biru gelap bertuliskan: “Gabriele Sandri, Kau Akan Selalu Berada di Hati Kami”.

Korban Berikutnya, Jersey No 12 SS Lazio, Minggu, 2 Mei 2010

Stadio Olimpico Roma dipenuhi pendukung Lazio dan Inter yang menantikan pertandingan Serie A giornata 36 musim 2009/2010. Pertandingan ini sangat menentukan bagi kedua tim. Bagi inter, memenangi pertandingan ini akan mempermudah meraih Scudetto, dan akan mengambil alih poisisi cappolista dari AS Roma yang sementara unggul 1 poin. Bagi Lazio memenangi pertandingan ini akan lebih mengamankan diri dari kemungkinan degradasi ke Serie B, karena saat itu Lazio berada di posisi 17 dan hanya terpaut 4 poin dari zona merah.

Ritual gamellagio seperti pada pembuka tulisan ini pun dilakukan. Itu hal biasa. Yang luar biasa adalah banyak bendera Inter dan spanduk-spanduk pemberi semangat bagi Inter dikibarkan oleh Irriducibili Lazio. Yang paling mencengangkan tentu saja sebuah spanduk para Laziali yang ditujukkan kepada para pemain Lazio sendiri: "Kalau sampai menit ke 80 Lazio unggul, kami akan masuk ke lapangan!" Spanduk ini disita polisi tak lama kemudian tetapi muncul spanduk-spanduk lain yang tak kalah mengerikan: "Nando (maksudnya Fernando Muslera), biarkan bola melewatimu, dan kami akan tetap menyayangimu." "Zarate, satu gol saja kau cetak, kami paketkan kau ke Buenos Aires." Rupa-rupanya para pendukung Lazio ingin agar Inter mengalahkan timnya malam itu, untuk melicinkan jalan Inter menuju scudetto. Mereka lebih memilih risiko Lazio turun ke Serie B daripada Roma yang memperoleh scudetto.

Suasana pertandingan pun menjadi sangat aneh. Lazio sama sekali tidak memperoleh dukungan fans-nya sendiri walaupun bermain di Olimpico. Sebaliknya Inter sebagai tamu justru memperoleh dukungan luar biasa. Setiap kali pemain Inter menguasai bola, para Laziali berteriak, "Biarkan mereka lewat!" Malam itu portiere Lazio, Fernando Muslera, bermain sangat gemilang. Tak kurang dari 10 penyelamatan luar biasa dilakukannya. Tiap kali Muslera menggagalkan gol Inter, teriakan cemoohan pun berkumandang ke arahnya. Akhirnya pada injury time babak pertama, tandukan Walter Samuel mengubah skor menjadi 0-1. Stadion bergelegar dan muncul spanduk ejekan dari Laziali bertuliskan, "Oh, Noooo Roma!" dan, "Scudetto Game Over, Roma!"

Di babak kedua mental pemain Lazio (kecuali Muslera yang tetap bermain gemilang) pun runtuh. Kesalahan demi kesalahan dilakukan dan membuat Thiago Motta menggenapkan kemenangan Inter menjadi 0-2 di menit ke 70. Di akhir pertandingan, para pemain Lazio meninggalkan pertandingan dengan sedih dan marah karena merasa “dihianati” Laziali. Presiden Roma, Rosella Sensi mengecam habis-habisan ulah Laziali tersebut. Jose Mourinho hanya berkomentar pendek, "Saya belum pernah menyaksikan yang seperti ini." Asisten pelatih Lazio mengakui bahwa anak asuhnya sangat terpengaruh oleh suasana stadion dan tidak bisa menampilkan performa terbaiknya.

Inter akhirnya merebut scudetto 2009/2010 dengan keunggulan 2 poin atas AS Roma. Syukurlah, Lazio mampu memenangi 2 laga sisa, terhindar degradasi dan menempati posisi akhir klasemen di urutan ke 12. Insiden ini membuat presiden Lazio, Claudio Lotito marah besar. Tahun 2003 Lazio memutuskan untuk mengistirahatkan jersey no. 12 sebagai penghormatan pada Irriducibili Lazio sebagai "pemain ke 12". Tetapi karena kejadian ini (ditambah lagi dengan kehadiran politisi lawan Lotito di tribun Irriducibili Lazio beberapa pertandingan sebelumnya) maka jersey no. 12 ditarik kembali dari peristirahatannya dan pada musim 2010/2011 dipakai oleh portiere kedua Lazio, Tomasso Berni. Musim 2011/2012 jersey no 12 dipakai oleh difensore Marius Stankevicius. Satu bukti lagi, bahwa bagi Irriducibili Lazio, persahabatan dan solidaritas adalah yang terpenting.

Kawan dan Rival Bersama, Bagaimana di Indonesia?

Sejarah telah berbicara, dan akhirnya menempatkan AS Roma, AC Milan dan Juventus sebagai rival bersama Lazio dan Inter. Di Indonesia, gamellagio Lazio-Inter ini masih sangat kurang terasa. Tak jarang Laziali dan Interisti justru terlibat perdebatan panas di berbagai grup dan fanpage. Padahal di Italia, persaudaraan ini demikian erat di dunia maya dan di dunia nyata. Yang telah ada adalah menempatkan AS Roma, AC Milan dan Juventus sebagai rival bersama. Satu keanehan lagi di Indonesia, Milanisti dan Juventini cenderung bersahabat, sementara di Italia, mereka berdua adalah rival.

(Dari berbagai sumber: forum LaCurvaNord, LazioForever, ForzaInterForums, UltrasLazio dan IrriducibiliLazio).

Penulis asli:Galuh Lazialita Biancocelesti
Continue Reading

Tragedi Superga dan Scudetto Inter

| 0 komentar


Tragedi Superga adalah sebuah tragedi yang melibatkan IL Grande Torino, Peristiwa yang terjadi pada pukul 17.04 waktu Italia, 4 Mei 1949 tersebut, merupakan lembar buram sejarah sepak bola Italia. Tak sekadar merenggut 31 jiwa. Lebih dari itu, kecelakaan itu juga memutus rantai sebuah generasi emas.

Bayangkan, 18 dari 31 penumpang yang tewas tersebut merupakan skuad inti Torino, tim tertangguh di Italia dan salah satu tim terkuat di Eropa. Pada saat itu, Torino adalah raja. Inter,Juventus atau Milan tak berkutik. Torino berhasil menobatkan diri sebagai juara sejati Italia dengan mengangkangi takhta Serie A dari 1943 sampai 1949 tanpa putus.

Yang lebih tragis, 70 persen kekuatan Timnas Italia juga ada di Torino. Klub berjulukan "El Toro" itu menyumbang 7 pemain untuk "Gli Azzurri". Salah satunya, Valentino Mazzola, kapten dari segala kapten, ayah dari legenda Inter Milan, Sandro Mazzola.

Valentino merupakan pemain paling karismatis di Italia. Pria yang telah mencetak 100 gol di Serie A sebelum umurnya menginjak 30 tahun ini dianggap seperti jenderal oleh teman-temannya. Nakhoda kapal "Gli Azzurri" ada di tangannya.

Hubungan Scudetto Inter dengan Tragedi Superga?

Saat kejadian terjadi Inter dan Torino sedang bersaing dalam perebutan capolista, Torino memimpin klasmen dengan di ikuti oleh Inter. Kedua klub hanya berselisih 3 point dan menyisakan 4 pertandingan lagi.

Petaka superga berawal dari udangan melawan klub Benfica Portugal, dimana kapten Benfica dan kapten Timnas Portugal Francisco Jose Ferreira, berniat gantung sepatu. Ferreira lalu mengundang sahabat dan pemain yang paling dihormatinya, Valentino Mazzola, untuk melakukan pertandingan persahabatan di Portugal.

Pasca dari tragedi Superga squad Torino mengalami kepedihan dan hanya menyisakan pemain primavera, sehingga FIGC melakukan rapat bersama dengan klub-klub seri A pada waktu itu. Dari hasil rapat terdapat sebuah keputusan untuk memberikan scudetto kepada Torino guna mengenang dan menghormati semua korban tragedi superga

Carlo Masseroni (1942–1955) presiden Inter waktu itu ikut menyetujui keputusan FIGC tersebut dengan mengorbankan peluang scudetto yang didapat, jika melihat dari susunan klasemen serta 4 pertandingan sisa Inter yang saat itu di pimpin oleh I Nyers dan E. Bearzot di yakini mampu memenangi sisa pertandingan yang ada.Dan Torino dengan tim primaveranya akan kesulitan memenangi laga sisa.

Carlo melihat memenangi sebuah scudetto saat seluruh Italia berduka tidak lah menjadi sebuah kebanggan, apa yang telah kita setujui dan kita lakukan hari ini akan menjadi sebuah sejarah, Kasih Sayang, Keikhlas dan Kejujuran.

Hikmah dari Tragedi Superga

Anak dari Valentino Mazzola legenda Itali dan Torino bernama Sandro Mazzola, hanya mau bermain di Inter Milan, apakah ini merupakan bentuk terima kasih Sandro Mazzola terhadap Inter atas scudetto Torino dan penghormatan terhadap Inter terhadap ayahnya. Dan Sandro Mazzola menjadi salah satu legenda Inter.

Tahun 2006 Inter mendapatkan gelar scudetto yang ke 14 sebuah gelar yang didapat dengan cara tidak biasa beberapa media menyebutnya dengan "Scudetto of Honesty" karena tidak terlibat skandal memalukan liga italia yang melibatkan Juventus dan AC Milan

Para fans yang pada waktu itu (1948-49) saat terjadinya tragedi superga menerima dengan tabah keputusan sang presiden, kecintaan terhadap klub Kasih Sayang, Kejujuran dan Keiklasan lebih penting dari pada sebuah juara, dan para fans pada masa dekade dan sekarang itu tidak pernah menuntut scudetto tersebut seperti apa yang kita dengar saat sekarang ini.
Continue Reading

Biografi Giuseppe Meazza

Senin, 19 Desember 2011 | 1komentar


Giuseppe Meazza

Nama lengkap : Giuseppe Meazza
Tanggal kelahiran : 23 Agustus 1910
Tempat kelahiran Milan, : Kingdom of Italy
Tanggal kematian : 21 Agustus 1979 (umur 68)
Templat kematian : Rapallo, Italy
Tinggi : 1.69 m (5 ft 7 in)

Giuseppe Meazza lahir di Milan, Italia, 23 Agustus 1910 – meninggal 21 Agustus 1979 pada umur 68 tahun, adalah seorang pesepak bola dengan posisi gelandang. Untuk tim Inter ia telah bermain sebanyak 361 kali dan menjaringkan 243 gol. Sampai dengan saat ini, ia dianggap sebagai salah satu pemain sepak bola terbaik dari Italia bersama dengan Valentino Mazzola, Gianni Rivera, Renzo De Vecchi, Luigi Riva, Paolo Maldini and Roberto Baggio. (Terkecuali Roberto Baggio, semua pemain tersebut lahir di Milan).

Meazza dianggap sebagai bintang sepak bola pertama dari Italia juga pesepak bola pertama yang memiliki sponsor pribadi. Ia juga terkenal karena kebiasaan pribadinya, yaitu bermalam di kompleks prostitusi sehari sebelum pertandingan.

San Siro, stadion utama di kota Milan yang saat ini digunakan bersama-sama oleh Inter dan A.C. Milan memiliki nama resmi Stadio Giuseppe Meazza. Hal ini karena selain Meazza adalah pesepak bola Italia yang hebat, Meazza juga pernah bermain di ke dua klub tersebut walaupun ia lebih bisa dikatakan sebagai simbol dari Inter karena perolehan prestasi yang mengagumkan saat membela klub yang memiliki kostum khas berwarna biru-hitam tersebut. Karena itulah dan juga semangat rivalitas dari ke dua klub sekota tersebut, suporter/ pendukung dari Milan lebih memilih menyebut stadion itu dengan sebutan San Siro.

Karier di Seri A/Inter

Meazza masih memegang rekor sebagai pencetak gol terbanyak di seri A pada musim debut/ pertama kali bermain, dengan 31 Gol. Pada musim sebelumnya, ketika Seri A belum ada, dan kejuaraan di Italia terbagi menjadi dua, (Utara dan Pusat-Selatan) dengan sistem Play-off, Maezza bermain sebanyak 29 pertandingan bersama Inter dan menjaringkan 38 gol pada saat ia baru berumur 18 tahun. Perlu diingat bahwa kejuaraan sebelum Seri A, bukanlah kejuaraan yang lebih mudah bahkan bisa dikatakan sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan tim-tim terkuat berada di daerah Utara, grup tempat Inter bermain (kota Milan berlokasi di bagian Utara dari semenanjung Italia). Dan saat kejuaraan Seri A pertama kali dilaksanakan pada tahun 1930, kejuaraan tersebut diikuti oleh 18 klub, 14 dari daerah Utara Italia dan 4 dari daerah Pusat. Jadi, tingkat kesulitan (level) dari pertandingan bisa dikatakan lebih rendah.

Bersama Inter ia memenangkan 3 kali kejuaraan Nasional (1930, 1938 dan 1940) dan menjadi runner-up pada 1933, 1934, 1935; Piala Italia pada tahun 1939 dan juga menjadi top skorer sebanyak 3 kali (1930, 1937, 1938), walau sebelum Seri A pada tahun 1929 ia juga pernah menjadi top skorer. Pada akhir dari kariernya ia juga bermain untuk A.C. Milan, Juventus dan Atalanta Bergamo.

Karier di Tim Nasional italia

Meazza bermain untuk tim nasional Italia pada Piala Dunia tahun 1934 dan Piala Dunia tahun 1938. Di kedua kejuaraan tersebut, Italia memenangkan titel Piala Dunia.

Salah satu kejadian yang selalu dikenang adalah saat ia mencetak gol di semi final Piala Dunia 1938 melawan tim nasional Brazil. Italia mendapatkan tendangan penalti yang kontroversial. Pada saat Meazza mengambil ancang-ancang, celana yang dikenakan olehnya melorot jatuh. Dan Meazza tanpa memusingkan keadaanya tersebut, segera mengambil celananya dan menembak bola langsung melewati Walter, kiper tim nasional Brazil yang sedikit bingung. Gol ini mengantarkan Italia lolos menuju final.



Continue Reading

Ultras dan Sahabatku (Sebuah Instrospeksi)

Minggu, 04 Desember 2011 | 2komentar


Tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormatku ma temen2ku Interisti,dah lama banget aku pengen ngungkapin pikiranku tentang hal ini. ULTRAS (Supporter Garis Keras Inter), aku ga kan njelasin detail sejarah n istilah, karena aku yakin temen2 dah banyak yang tau. Banyak sekali tifosi yg mengaku Ultras, gak cuma di Inter tapi di klub2 lain juga. Aku sangat senang, karena ternyata di Inter banyak yang seneng di sebut Ultras...
Keren, itu menurutku...
Seberapa ultras kita...?? Apakah kadar ke-ultras-an bisa di ukur..?? apakah indikasi Ultras itu..??
pertanyaan2 yang selama ini menggelitik ruang di otaku. Sebagai pecinta inter (lebih dari 14 tahun) aku sangat priatin dengan pendangkalan dari Makna Ultras itu. Aku sering baca / dengar kata2 "Kalo gak nobar gak ULTRAS" atau "Kalau gak ngumpul gak Ultras", miris aku liat statement kayak gitu. Apakah serendah itu Ultras di maknai..?? hanya dengan hal2 yang nampakk di mata. Bukankah Ultras itu dalam hati..?? Dasar dari Ultras itu adalah Cinta kita ma INTER, tapi apakah kadar Cinta kita hanya di ukur dengan hal2 seperti itu..??
Mungkin gak semua pemikiranku benar, tapi marilah kita analisa statement2 kayak gitu...

"Gak nobar gak Ultras", kita harus cermat memaknai kata ini.
memang dalam sebuah cinta harus ada pengorbanan dan nobar mungkin juga bisa disebut sebuah pengorbanan, pi coba di cermati, gak semua interisti(yang mungkin kadar cintanya m inter sangat besar) bisa nobar. Banyak faktor, mungkin jika di daerah kalian ada tempat ngumpul, mudah di jangkau kalian pasti bisa dengan gampang nobar, tinggal datang dan duduk manis. Tapi apakah semua Interisti keadaanya seperti itu..??? apakah semua interisti tinggal di dekat2 fasilitas nobar..??
gak kan..!! sekarang rasakan bagaimana sakitnya, temen2 yg gak bisa nobar karena rumahnya di pedalaman jika baca kalimat "gak nobar gak ultras"..??
Apakah dengan gak nobar cinta mereka ke Inter akan berkurang..???

Atribut, banyak temen2 kita sudah merasa paling Ultras jika punya banyak Atribut tentang inter,
gak ada yg melarang kita punya banyak2 atribut tentang inter, tapi bayangkan...?? apakah semua interisti seberuntung kita dalam hal ekonomi..??
bagi kita yg hidup kecukupan, mungkin atribut adalah hal yg ringan, pi coba bayangkan jika ada temen interisti yg kurang beruntung..???
coba bayangkan mindernya mereka dengan keadaan seperti itu..
Marilah kita sama2 saling mengerti, saling memehami, dan saling menghargai...
Inter adalah rumah buat kita (interisti),
jangan sampai ada yg ngga nyaman ketika kita semua berkumpul...
Apakah jika tak mampu beli atribut juga akan mngurangi cinta kita m Inter..??

Masih ada, kadang ada sesama interisti yg menghina ke sesama Interisti. gini, "Masa katanya Ultras tapi jadwal inter main kok ga tau..",
sangat memprihatinkan jika sampai ada yg kepikiran kayak gitu..
sekarang marilah buka pikiran kita...Gak semua orang seberuntung kita,
mulai dari kases internet maupun kesibukan..
ada yg ke internet cuma kalau punya duit, ada yang mang sibuk dengan urusan nya sehingga gak sempet beli koran atau buka web...
bayangkan, sakitnya perasaan mereka jika sampai ada statemen seperti itu..
Apakah jika kita tau jadwal tentang Inter bisa menjamin kadar ULtras kita lebih dari yg gak tau jadwal Inter..??

Sekarang marilah kita sadari,bahwa gak semua Intersiti seberuntung kita. Marilah kita jaga perasaan mereka..
Buat Inter sebagai rumah yang nyaman buat Kita semua..
Ultras boleh, berkorban boleh tapi jangan sampai kita mengeluarkan kata2 yg menyinggung Interisti yg laen...
marilah merapat, berjalan berdampingan dan saling menguatkan..
Semua adalah Interisti, seberapa besar kadar ke cintaan mereka kita gak boleh menghakiminya dengan hal2 murahan kek gitu..
biarkan cinta kita ke inter tersimpan rapat2 di hati masing2..
biarkan cinta itu memberikan inspirasi masing2 di setiap sudut hidup Interisti..

*sebuah tulisan yang kubuat untuk mewakili berjuta2 interisti yg belum sempat mengeluarkan unek2nya..
terimakasih untuk interisti Indonesia dan Terimakasih Untuk ICI REGIONAL MAGELANG

FORZA 1908
Continue Reading