Home »
keperawatan
» Tuberculosis paru
Tuberculosis paru
Selasa, 21 Juni 2011 | 0 komentar
A. LATAR BELAKANG
Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, penyakit ini dapat menyebar kebagian tubuh seperti meninger, ginjal, tulang dan nodus limfe.
Penyakit TB paru di Indonesia merupakan penyebab kematian nomer 2 terbesar setelah penyakit jantung. Sebagian besar penderita TB paru berasal dari kelompok masyarakat usia produktif dan berpenghasilan rendah.Di Indonesia kasus tuberculosis menempati urutan tertinggi setelah india dan china. Pada tahun 2008 jumlah pasien TB di Indonesia mencapai prevalensi TB 253 per 100.000 penduduk. Angka kematian TB pada tahun 2008juga menurun tajam menjadi 38 per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 1990 sebesar 92 % per 100.000 penduduk. Penurunan jumlah kematian TB ini karena implementasi DOTS (directly observed treatment shortcourse) yang sejalan dengan petunjuk badan kesehatan dunia (WHO). Pada tahun 2009 angka cakupan penemuan kasus mencapai 71 % dan angka keberhasilan pengobatan mencapai 90%. Keberhasilan ini perlu di tingkatkan agar dapat menurunkan prevalensi. Insiden dan kematian akibat TB.
Prevalensi yang terjadi di RSU Temanggung adalah 5 %, terutama di bangsal flamboyan. Dari data – data tersebut penulis tertarik untuk mengambil kasus tuberculosis paru sebagai bahan laporan ilmiah, dan dengan harapan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan mengaplikasikan asuhan keperawatan.
B. RUMUSAN MASALAH
Mengingat penyakit tuberculosis paru banyak terjadi dan bila tidak segera diatasi penderita dapat menular ke orang lain, maka penulis merumuskan masalah yaitu bagaimana asuhan keperawatan pada klien Ny.S dengan suspect tuberculosis paru yang dilaksanakan mulai tanggal 28-30 desember 2009 diruang Flamboyan RSU Temanggung.
C. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan laporan ilmiah ini adalah agar mahasiswa mampu :
1. Mengkaji data pada klien dengan suspect tuberculosis paru.
2. Merumuskan diagnose keperawatan pada klien dengan suspect tuberculosis paru.
3. Merumuskan rencana keperawatan pada klien dengan suspect tuberculosis paru.
4. Melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan suspect tuberculosis paru.
5. Melakukan evaluasi pada klien dengan tuberculosis paru.
D. MANFAAT
1. Bagi penulis
Bagi profesi keperawatan diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan bahan perbandingan dalam memberikan asuahn keperawatan pada klien TB paru dalam meningkatkan kualitas pemberian asuhan keperawatan.
2. Bagi institusi
Bagi institusi pendidikan dapat dijadikan sebagai sumber acuan dalam pembelajaran tentang asuhan keperawatan pada klien dengan TB paru.
3. Bagi individu
Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan serta mengaplikasikan teori–teori yang telah didapatkan dari perkuliahan dengan kenyataan dilapangan dan kesenjangan yang muncul dilapangan.
E. METODE PENULISAN
Dalam laporan ini penulis menggunakan metode diskriptif yaitu rancangan yang bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan tentang masalah yang terjadi berdasarkan karakteristik tempat, waktu, umur, jenis kelamin, sosial, ekonomi, pekerjaan, status perkawinan, cara hidup, dengan kata lain rancangan ini mendeskripsikan seperangkat peristiwa / kondisi populasi saat itu. Deskripsi itu terjadi pada lingkup individu di suatu daerah tertentu (Aziz, alimul. 2007:25).
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu dengan cara :
1. Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung terhadap klien dan ikut serta dalam memberikan askep dari masalah yang terjadi selama observasi.
2. Wawancara yaitu dilakukan dengan cara auto anamnesa (bersumber pada klien ) dan alloanamnesa (bersumber pada keluarga dan tim kesehatan )
3. Pemeriksaan fisik yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
4. Studi pendokumentasi yaitu dengan cara menggunakan catatan medis dan catatan perawatan untuk mendapatkan data penunjang.
F. TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, penyakit ini dapat menyebar kebagian tubuh seperti meninger, ginjal tulang dan nodus limfe (soemantri,.2008:59).
Tuberculosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru (Smeltzer dan bare, 2001:584).
Berdasarkan definisi di atas dapat kita pahami pengertian dari tuberculosis sebagai infeksi menular kronik yang dapat menyebar keseluruh organ tubuh yang di sebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.
2. Etiologi
Tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 Ium. Sebagaian besar kuman terdiri atas lemak (lipid). Lemak inilah yang membuat kuman tahan asam dan lebih tahan lagi terhadap gangguan fisik dan kimia. Kuman juga mampu hidup dalam udara kering maupun dingin bahkan biasa bertahan hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini biasa terjadi karena kuman berada dalam sifat dominan dan sifat lain dari kuman ini adalah aerob, sehingga kuman ini hidup pada jaringan yang kaya oksigen. Dimana bagian apical paru-paru merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis paru (Soemantri.2008:59).
3. Manifestasi Klinis
Keluhan yang terbanyak dari penderita tuberculosis adalah :
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan mencapai 40°C sampai 41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali, begitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini. sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza.
b. Batuk (Batuk Darah)
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Batuk berdarah yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan / baru sesak nafas belum terasa sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru nyeri dada.
d. Nyeri dada.
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Gesekan kedua pleuna terjadi saat menarik/melepas nafas.
e. Malaise
Sering ditemukan berupa anoreksia, tidak nafsu makan, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat di malam hari (suyono.2001:824).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasaan darah
Pada saat tuberculosis aktif, leukosit sedikit meningkat, jumlah limfosit masih dibawah normal, laju endap darah (LED) mulai meningkat.
b. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan Sputum penting karena dengan ditemukan kuman basil tahan asam (BTA) diagnosis tuberclosis sudah dapat dipastikan kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman BTA dalam jumlah sputum. Penderita suspect tuberculosis tidak boleh diberi program therapy sebelum dilakukan pemerikasaan sputum.
c. Pemeriksaan Radiologi
Hasil foto memperlihatkan bayangan berawan. Kelaianan radiology semata tidak dapat dijadikan pegangan untuk diagnosa perlu didukung dengan pemeriksaan lab.
d. Tes Tuberculosis
Dilakukan terutama pada pasien anak-anak. Tes mantoux dilakukan dengan menyuntikan 0,1 purified protein derivatif (PPD) intra dermal kemudian indurasi dibaca 48 – 72 jam setelah tes. Positif bila indurasi lebih besar dari 10 mm.
e. Blopsi jaringan
Dilakukan terutama pada TBC leher dan bagian lain, tetapi juga dapat dilakukan biopsy paru. Didapatkan gambaran perkejuan dengan sel langhans.
f. Bronkos kopi
Biasanya transbronkial dapat digunakan untuk membantu diagnosa tuberculosis baik melalui pemeriksaan langsung maupun melalui biakan.
5. Patofisiologi
Kuman mycobakterium tuberculosis masuk melalui saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TBC terjadi melalui udara (airbone) yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel mencapai permukaan alveolus. Biasanya diinhalasi sebagai satu unityang terdiri dari 1-3 basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronkhus dan tidak mrnyebabkan penyakit. Setelah berada dalam rongga alveolus biasanya dibagian atas lobus bawah bsil tuberkel ini membangkitkan reaksi paradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak membunuh kuman tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag.
Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi yang timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal / proses dapat juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit / berkembang biak didalam sel. Basil juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga berbentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10-12hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat seperti keju, lesi ini disebut nekrosis casseosa dan jaringan yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblas menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas ke dalam bronkus dan menimbulkan kavitas kemudian akan masuk ke dalam peradangan trakeobronkial.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan pembatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga dapat melalui saluran penghubung kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lam / tidak membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menjalar melalui getah bening dan pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dan kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya terjadi tuberculosis milier. Hal ini terjadi bila locus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh. (Prince & wilson, 2002: 753)
6. Penatalaksanaan
1. Pengobatan TB dilakukan melalui 2 fase yaitu :
a. Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisid untuk memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b. Fase lanjutan, melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional.
2. Obat anti TBC
OAT harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Penilaian pengobatan berhasil didasarkan pada hasil pemeriksaan bakteriologi dan klinis. Kesembuhan akan memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi dan menghilangnya gejala.
Obat anti TBC :
a. Isoniad (H)
Bersifat bakterisid. Dosis 5mg/kg BB. Efek samping hepatitis.
b. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid. Dosis 10mg/kg BB. Efek samping mual muntah, diare.
c. Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid membunuh kuman dalam suasana asam. Dosis 25mg/kgBB. Efek samping ruam kulit, hepatitis.
d. Streptomicyn (S)
Bersifat bakterisid. Dosis 15mg/kgBB. Efek samping kerusakan pada syaraf ke delapan (syaraf auditorium).
e. Etambutol (E)
3. Panduan OAT di Indonesia
a. Kategori I
1. Penderita TB paru BTA positif
2. Penderita TB paru BTA positif, hasil rontgen positif .
3. Penderita TB paru ekstra berat atau ringan .
b. Kategori II
1. Penderita TB paru BTA positif kambuh.
2. Penderita TB paru gagal .
3. Penderita TB paru defaulter yang kembali BTA positif.
c. Kategori III
1. Penderita TB paru BTA negative .
2. TB paru positif hasil rontgen klinis .
Tindakan Keperawatan
1. Diit tinggi kalori tinggi protein (suyono,1998:719)
2. Melatih pasien batuk efektif dan nafas dalam (tucker ,1998:258)
3. Bedrest, istirahat yang cukup. (suyono,1998:719)
4. Memberikan minum 250ml/hari bila tidak ada komplikasi.(Doengoes,2000:245)
5. Berikan posisi semifowler saat batuk/sesak nafas.(Doengoes,2000:245)
6. Mengawasi anggota keluarga yang sakit untuk minum obat secara teratur sesuai anjuran .(Depkes RI,1998)
7. Periksa dahak pada pengobatan bulan ke 2,5 dan 6.(depkes RI :1998)
8. Imunisasi BCG pada bayi .(Price,1998:257).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan Anda
Silahkan Tinggalkan Komentar Anda